Kesekian kalinya di Stasiun Manggarai
Perjalanan dari peron bawah menuju peron atas, begitu pula sebaliknya, entah kenapa bisa menjadi perjalanan yang begitu panjang dan penuh perjuangan. Apalagi bila terjadi di waktu jam berangkat kerja atau jam pulang kerja. Kekacauan dan kegelisahan saling berkelindan dan berselimut dalam rasa buru-buru yang membalut para manusia yang saling berlari mengejar waktu, mengejar kereta.
Stasiun Manggarai, mendengar namanya saja sudah bisa membayangkan bagaimana ramainya. Hiruk pikuk ribuan manusia di jam kerja, berlarian kesana kemari, tanpa peduli kanan kiri, semua demi satu tujuan lekas naik kereta dan pergi meninggalkan Stasiun Manggarai.
Sumber: Twitter @AlvianWidyatama
Semua berkumpul di tepian peron, mengharap spasi di antara jengkal kaki yang berdiri penuh resah, menanti kereta yang lekas akan membawa mereka pergi. Pergi dari sini, pergi dari Stasiun Manggarai.
Akhir Kata, tidak ada yang menyangka bilamana kontrak kerja harus berakhir juga. Siapa yang menyangka bila harus menghadapi bulan puasa dengan status pencari kerja. Sungguh siapa yang menyangka bila kemudian harus merayakan hari bertambahnya usia dengan status belum lagi bekerja. Tapi, mumpung masih ada waktu, sebelum bertambahnya usia alangkah baiknya itu pedal gas digeber sekencang mungkin guna mencari dan lekas mendapat kerja berikutnya. Bismillah.
Bulan Februari, menjadi bulan yang penuh jungkir balik. Dimulai dari hiruk pikuk pilpres yang ramai sekali pemberitaan tentang pelbagai kecurangan dan kejanggalan, sampai harga beras yang perlahan merangkak naik, hingga sampai kemudian ada tokoh yang tiada hujan tiada mendung tiba-tiba mendapatkan penghargaan bintang kehormatan dari sosok bapak-bapak yang sempat menjadi lawannya selama dua kali ajang pemilihan. Sungguh unik, unik sekali, tokoh yang pernah dipecat dari militer tiba-tiba dapat bintang penghargaan. Lucu ya?
Sekelebat itu 2023 berlalu begitu cepat, seperti kilat yang menyambar lalu lenyap sebelum meninggalkan gelegar yang membuatku tersadar. Tersadar tentang apa yang didapat dari tahun 2023. Tidak ada yang diingat, sekiranya bisa aku mengatakan demikian. Seperti halnya gaji yang datang di tanggal dua lima, hanya untuk habis bahkan sebelum lewat tengah hari.
I just silently accept everything as it is. That's my basic problem, really. - Haruki Murakami
Haruki Murakami dalam satu tulisan yang entah aku baca dimana, dia mengatakan bahwa respon dia ketika menerima semuanya apa adanya terkadang bisa menjadi masalah yang mendasar dalam dirinya, begitu pula yang aku rasakan selama di tahun dua ribu dua tiga.
Aku merasa selama setahun ini waktu berjalan seperti terburu-buru, buru-buru lekas sampai kantor, buru-buru dalam mengerjakan sesuatu, dan bahkan buru-buru dalam mencari rasa bahagia. Untuk bagian ini aku setuju pada beberapa kalimat yang ditulis Alexandre Dumas dalam kata-kata sambutan dari bukunya yang terkenal, The Count of Monte Cristo.
"We are always in a hurry to be happy,... for when we have suffered for a long time, we have great difficult in believing in good fortune."
Kadangkala, aku merasa kehidupan berlangsung secara kaku nan rigid sebagaimana pola pikir Allegri yang sedemikian keras kepalanya memaksa Vlahovic untuk menahan diri atas nafsu offensive-nya, dan menahan laju serang ketika sudah unggul satu bola.
Aku merasa kehidupan juga menawarkan hal yang sama seperti halnya sedang menonton sepakbola. Berbagai taktik formasi dan pilihan hidup seseorang semuanya ada disini. Mau bermain pragmatis ya boleh, mau main agresif juga boleh, mau mainnya wait and see juga boleh, segalanya bebas.
Semakin lama, aku sadar bahwa seharusnya 2023 tidak boleh berlalu begitu saja, tanpa ada kesan yang tersisa. Tapi, apa iya aku di tahun 2023, tak ada momen yang bisa dibanggakan?
Dan, ketika dijewantahkan lewat tulisan, ternyata ingatan-ingatan akan momen yang berkesan di 2023 berkelindan begitu saja di dalam kepala. Dan, ternyata banyak juga. Hahaha
Seperti pertama kali pindah gedung, dari yang sebelumnya hanya ada dua lantai jadi pindah ke gedung lantai lima, dan ruang kerja ada di lantai empat, tanpa lift pula. Untungnya kedua kaki bukan lidah yang gampang mengeluh dan mengumpat.
Lalu ada lagi momen pertama kali naik pesawat. Tidak tanggung-tanggung, sekalinya naik pesawat itu dari Jakarta ke Jayapura. Demi Tuhan, naik pesawat itu sensasinya sangat tidak terjelaskan. Secara halus, pengalaman itu bisa dijabarkan dalam frasa yang mengagumkan tentang betapa indahnya pemandangan bumi dari atas langit. Secara kasarnya, entah karena kualitas dari jenis maskapai atau apa, jujur saja naik pesawat, apalagi duduk di bagian paling belakang dekat WC, mengingatkanku akan perjalanan naik bis pas melintasi jalur selatan pulau Jawa, via Tasikmalaya-Cimahi-Cilacap.
Suara mesin, sensasi goyang yang terasa, dan beruntungnya ada obat anti mabok yang membuatku tak perlu terjaga berjam-jam sepanjang perjalanan ke Jayapura. Tak sampai dua jam setelah meminum itu obat, aku sudah tidak sadar, dan ketika terbangun, pesawat sudah ada di atas langit Papua. Sekali lagi, demi Tuhan, aku merasa begitu beruntung pernah merasakan naik pesawat. Suka-suka lu aja deh.
Selanjutnya, ternyata begini nikmatnya rasa pas dapat uang THR dari kantor? Rasanya sungguh adiluhung, nikmatnya sungguh aduhai betul. Demi Tuhan, rasanya sudah sedemikian lama tidak menerima tunjangan hari raya.
Katanya tidak ada, eh pas dipikir lagi, sudah dapat tiga. Lalu untuk berikutnya ada momen dimana aku lupa tentang apa yang terjadi lima bulan berikutnya. Karena ketika tersadar, tanggal sudah menunjukkan angka 31 Desember 2023. Alhasil besok bukan lagi ekor tiga, tapi ekor empat. Seperti halnya kini pikiran yang semakin mampat menjabarkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi berikutnya di tahun dua ribu dua empat. Ya semoga saja, dia menawarkan lebih banyak syukur penuh berkat daripada umpat-umpat keparat yang sering diucapkan para pendukung Emyu yang melihat Ten Hag tak kunjung disikat.
Sepertinya cuma itu saja yang aku ingat, bila pun ada yang terlewat ya sudah biarkan saja. Karena begitulah kehidupan, Sobat. Suka membuat orang lupa, lupa yang sempat viral, lupa lupa ingat.
Jadi begitu saja ya, selamat tahun baru dan semoga segala pengharapan di tahun depan bisa menjadi kenyataan, termasuk pengharapan atas kehendak Tuhan yang lekas mengijinkanku menjadi seorang bapak atau semoga saja pekerjaan diberi kelanggengan dan terus diperpanjang masa kontraknya. Aamiin aamiin aamiin ya rabbal alamin.
Karawang, 31 Desember 2023
Selamat Tahun Baru!
Tidak terasa sudah hampir 128 tahun, Bank BRI hadir di Indonesia, dan memberikan pelayanan perbankan untuk masyarakat Indonesia. Kehadirannya yang begitu dekat dengan masyarakat, menjadikan Bank BRI tidak bisa dilepaskan dalam segala aspek kehidupan.
Berbagai layanan,
inovasi, dan program yang ditawarkan Bank BRI menjadikannya sebagai Lembaga perbankan
yang begitu dipercaya oleh masyarakat Indonesia secara luas. Selama 128 tahun,
Bank BRI tumbuh hebat dan kuat.
Entah kenapa
aku merasa bahwa membeli buku, lagi dan lagi, walau tumpukan buku yang harus dibaca
itu masih banyak itu menjadi salah satu trik Coping Mechanism untuk
mengatasi kerunyaman hidup. Walau hidup masih runyam, tapi setidaknya tidak ditambah
penyesalan tidak beli buku inceran.
Adalah sebuah penyesalan yang tiada habisnya bila melewatkan kesempatan untuk mendapatkan buku inceran. Kesempatan yang sepertinya tidak akan muncul lagi untuk jangka waktu dekat, seperti halnya blog pribadi yang melewatkan tanpa ada tulisan dalam satu bulan.